Malam mulai menggelap, mendung menyelimuti, hatiku kesel, kurang santai,
ini terjadi hannya gara-gara tv. Jam baru memunjukkan maghrib sebenarnya, sambil
nunggu adzan maghrib q genggam handpone kesayangan. Bersama kakakku dan bapak
yang lagi nganto-nganto karena capeknya peras keringat, beliau biasa langsung
bangkat ke mushola kalau muadzin sudah memanggil. Di depanku TVone yang lagi
menyajikan mengenai demo anti ahok oleh FPI, yang terjadi siang tadi di senayan
jakarta ribuan prajurit FPI memadati ruas jalan ibukota. Ada juga sepanduk juga
bertulisan "ahok musuh islam". Fahrurrozi perwakilan FPI dalam acara
di tvone itu mengatakan “ahok kontroversial, ahok sumber konflik" clotehnya.
Dia mengancam akan menurunkan 1 juta orang untuk berdemo anti ahok.
Di sisi lain islahnya para dewan wakil rakyat terkait perebutan undang-undang
MD3 yang intinya menurutku adalah perebutan kekuasaan. Perebutan ketua
kepengurusan.
Aku miris sendiri, jika para wakil rakyat hannya mementingkan diri sendiri,
masalah pelik bangsa ini bukan seremeh berebut kursi katua DPR, atau MPR. Karena
DPR Dan MPR di ciptakan untuk menghendle kemiskinan, belum terjaminnya pendidikan,
kesejateraan, harga pangan dan dalam menghargai pangan intinya menjadi jembatan
ulur keadilan bagi kaum termarginalkan.
Tetapi di negeri tanpa telinga, bahkan tanpa mata (meminjal judul film) sulit
melihat skala prioritas masalah. Kacamata ego membuyarkan pandangan kebenaran.
Akibatnya kursi struktur kepengurusan dan alat kelengkapan dewan di posisikan
sebagai problem prioritas, apakah ini tidak buang-buang energi. Mereka di pilih
dan dilantik untuk kerja untuk mengurus rakyat, bukan sok-sokan mewakili rakyat
hannya sebagai modus. Kita bayangkan betapa indahya jika jika adu argumen, dan
tenaga yang di kuras untuk membela kaum terdindas untuk mendapat keadilan.
Apalagi ditambah dengan demonstrasi oleh organisasi yang mengusung nama islam,
tetapi aku tidak tahu siapa yang sebenarnya mereka bela. Padahal aku juga islam
tetapi tidak pernah merasa terwakili oleh organisasi tersebut. Rakyat tak ingin
macam-macam, pemimpin yang peting bisa membawa misi leadershipnya untuk
mensejahterakan rakyat. Agama bukan jadi soal di negara demokrasi. Apalagi ada
sepanduk bertulisan "ahok musuh islam" sungguh miris rasanya, kelao
tulisanya "ahok musuh FPI" itu lebih pantas, walaupaun sebagai orang
islam kita mesti hati-hati untuk menyatan orang lain sebagai musuh, karena
islam mengajarkan manusia adalah satu keturunan artinya, satu saudara.
10 November 2014 (terkenang ketika Bung
Tomo memekikkan semangat juang melawan imperialisme)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar