Jumat, 14 November 2014

Curhat



Malam mulai menggelap, mendung menyelimuti, hatiku kesel, kurang santai, ini terjadi hannya gara-gara tv. Jam baru memunjukkan maghrib sebenarnya, sambil nunggu adzan maghrib q genggam handpone kesayangan. Bersama kakakku dan bapak yang lagi nganto-nganto karena capeknya peras keringat, beliau biasa langsung bangkat ke mushola kalau muadzin sudah memanggil. Di depanku TVone yang lagi menyajikan mengenai demo anti ahok oleh FPI, yang terjadi siang tadi di senayan jakarta ribuan prajurit FPI memadati ruas jalan ibukota. Ada juga sepanduk juga bertulisan "ahok musuh islam". Fahrurrozi perwakilan FPI dalam acara di tvone itu mengatakan “ahok kontroversial, ahok sumber konflik" clotehnya. Dia mengancam akan menurunkan 1 juta orang untuk berdemo anti ahok.
Di sisi lain islahnya para dewan wakil rakyat terkait perebutan undang-undang MD3 yang intinya menurutku adalah perebutan kekuasaan. Perebutan ketua kepengurusan.
Aku miris sendiri, jika para wakil rakyat hannya mementingkan diri sendiri, masalah pelik bangsa ini bukan seremeh berebut kursi katua DPR, atau MPR. Karena DPR Dan MPR di ciptakan untuk menghendle kemiskinan, belum terjaminnya pendidikan, kesejateraan, harga pangan dan dalam menghargai pangan intinya menjadi jembatan ulur keadilan bagi kaum termarginalkan.
Tetapi di negeri tanpa telinga, bahkan tanpa mata (meminjal judul film) sulit melihat skala prioritas masalah. Kacamata ego membuyarkan pandangan kebenaran. Akibatnya kursi struktur kepengurusan dan alat kelengkapan dewan di posisikan sebagai problem prioritas, apakah ini tidak buang-buang energi. Mereka di pilih dan dilantik untuk kerja untuk mengurus rakyat, bukan sok-sokan mewakili rakyat hannya sebagai modus. Kita bayangkan betapa indahya jika jika adu argumen, dan tenaga yang di kuras untuk membela kaum terdindas untuk mendapat keadilan.
Apalagi ditambah dengan demonstrasi oleh organisasi yang mengusung nama islam, tetapi aku tidak tahu siapa yang sebenarnya mereka bela. Padahal aku juga islam tetapi tidak pernah merasa terwakili oleh organisasi tersebut. Rakyat tak ingin macam-macam, pemimpin yang peting bisa membawa misi leadershipnya untuk mensejahterakan rakyat. Agama bukan jadi soal di negara demokrasi. Apalagi ada sepanduk bertulisan "ahok musuh islam" sungguh miris rasanya, kelao tulisanya "ahok musuh FPI" itu lebih pantas, walaupaun sebagai orang islam kita mesti hati-hati untuk menyatan orang lain sebagai musuh, karena islam mengajarkan manusia adalah satu keturunan artinya, satu saudara.
10 November 2014 (terkenang ketika Bung Tomo memekikkan semangat juang melawan imperialisme)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar